Minggu, 08 Januari 2012

membaca

      Membaca

membaca adalah melisan kan lambang-lambang bahasa tulisan

Membaca cepat teks nonsastra  dan menemukan ide pokoknya
Kegiatan membaca tidak bisa di samakan deng an kegiatan fisik. Pekerjaan secara fisik, misalnya: menyapu, mengangkat meja, atau membersih ruangan hanya membutuhkan tubuh yang sehat dan otot kuat. Membaca selain membutuhkan stamina tubuh, juga memerlukan kesiapan mental berupa rasa senang,tenang,kosentrasi,dan situasi (lingkungan) yang mendukung.
Membaca dianggap gagal apabila rangkaian kalimat dan paragraph telah diselesaikan, tetapi tidak sedikitpun informasi dapat dikumpulkan. Membaca dianggap berhasil apabila pembaca mampu  menganalisis dan menyimpulkan berbagai informasi dalam bentuk pengetahuan  yang bisa dimanfaatkan.


Hal-hal yang berkaitan dengan membaca cepat akan dibahas berikut ini :

a.                  Kondisi ideal untuk membaca

Membaca cepat memerlukan kondisi yang ideal. Kondisi atau situasi yang ideal untuk membaca dapat diciptakan dengan hal-hal  berikut ini.
1)      Tumbuhankan rasa senang terhadap kegiatan membaca dengan selalu menyiapkan bacaan-  bacaan yang disukai.
2)      Biasakanlah untuk selalu tenang dalam menghadapi dalam berbagai hal.
3)      Berusahalah untuk tetap menjaga kosentrasi ketika membaca,jauhkan alat atau benda yang mampu mengalihkan perhatian, misalnya: makanan, tempat tidur, televisi, mainan, peralatan olahraga.
4)      Pilih tempat membaca yang terang ( cukup cahaya ), segar, ( sejuk atau tidak panas ),                  hening ( tidak bising atau tidak banyak suara ), dan sepi ( bukan jalur hilir mudik atau orang lewat ).


b.                  Meningkatkan kecepatan membaca

kecepatan membaca juga dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan keseringan ( frekuensi ) membaca  dan menganekaragaman  ( variasi ) bacaan. Keseringan melakukan suatu kegiatan akan membentuk kebiasaan , bahkan menjadi kebutuhan. Sementara itu, penganekaragaman bacaan diharapkan akan mengurangi kebosanan.
Kecepatan dapat dihitung dengan rumus . rumus tersebut adalah sebagai berikut.

     Jumlah kata yang dibaca
jumlah detik untuk membaca       X  60  = Jumlah kata per menit.

bahasa indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
1.         
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Sejarah                                                                                                     
Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.[rujukan?] Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran),
2.         
dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan
stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
 Ejaan penyempurnaan
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
3.         
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:

4.         
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972
tj
ch
c
dj
j
j
ch
kh
kh
nj
ny
ny
sj
sh
sy
j
y
y
oe*
u
u


berbicara yang baik dan benar

a.      Pengertian berbicara
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa. lisan, kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang di sampaikan pembicara kepada pendengar tidak dalam bentuk tulisan, tetapi dalam bentuk bunyi bahasa. Pendengar kemudian mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula.


b.      Konsep dasar berbicara
Menurut logan dalam jago tarigan (1997:162-166), konsep sebagai sarana komunikasi ada sembilan yakni:

-          Berbicara dan menyimak sebagai dua kegiatan resiprokal
-          Berbicara sebagai proses individu berkomunikasi
-          Berbicara sebagai ekspresi kreatif
-           Berbicara sebagai tingkah laku
-          Berbicara sebagai tingkah laku yang di pelajari
-          Berbicara distimulasi oleh pengalaman
-          Berbicara sebagai kegiatan memperluas cakrawala
-          Kemampuan linguistik dan lingkungan
-          Berbicara sebagai pancaran kepribadian.


c.       Jenis kegiatan berbicara

Paling sedikit ada 5 landasan yang digunakan dalam mengklafikasikan kegiatan berbicara yaitu:
-          Situasi
-          Tujuan
-          Metode penyampaian
-          Jumlah penyimak
-          Peristiwa khusus.


d.      Faktor faktor kebahasaan

Ketepatan ucapan

Penempatan tekanan, nada, dan durasi yang sesuai Pilihan kata (diksi) Ketepatan sasaran pembicaraan.


e.       Faktor faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara

- Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku
- Pandangan harus di arahkan kepada lawan bicara
- Kesediaan menghargai pendapat orang lain
- Gerak gerik dan mimik yang tepat
- Kenyaringan suara juga sangat menentukan
- Kelancaran berbicara
- Relevansi atau penalaran
- Penguasaan topik
- Etika berbicara
- Berbicara yang sopan
- Adanya kesabaran
- Tidak menunjukan rasa jemu
- Tidak berbicara terus menerus
- Tidak membicarakan diri sendiri
- Tidak menceritakan keburukan orang lain
- Tidak mengolok olok orang lain dalam pembicaraan
- Tidak berbicara untuk satu orang saja
- Tidak bersenda gurau pada teman karib di depan umum
- Tidak menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing
- Tidak berbicara kecabulan
- Mengambil topik pembicaraan yang disukai oleh sebagian besar peserta percakapan
- Tidak menyebutkan budi baik kita
- Tidak bergaya sok tahu
- Tidak membicarakan pemahamanpolitik atau agama di depan pembicaraan yang pesert nya berbeda paham dan agama
- Tidak bersikeras dengan pendapat sendiri.

pengertian kalimat

 BEBERAPA PENGERTIAN MENGENAI KALIMAT
Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku.tiap kata dalam kalimat mempunyai tiga klasifikasi,yaitu berdasarkan  (1)kategori sintaksis (2) fungsi sintaksis, dan (3) peran sintaksis nya.
1 kategori sintaksis
Dalam ilmu bahasa, kata dikelompokkan berdasarkan bentuk serta prilaku nya, kata yang mempunyai bentuk serta prilaku yang sama,atau mirip,dimasukkan ke dalam suatu kelompok,sedangkan kata lain yang bentuk dan perilakunya sama atau mirip dengan sesamanya,tetapi berbeda dengan kelompok yang pertama,dimasukkan ke dalam kelompok yang lain.dengan kata lain,kata dapat dibedakan berdasarkan kategori sintaksisnya.kategori sintaksis sering pula  disebut kategori atau kelas kata.
Dalam bahasa indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama:
(1)   verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, (4) adverbia atau kata keterangan. Disamping itu,ada satu kelompok lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa sub kelompok yang lebih kecil,misalnya preposisi atau kata depan,konjungtor atau kata sambung, dan pertikel.
Nomina,verba dan adjektiva sering dikembangkan dengan tambahan pembatas tertentu .nomina,misalnya,dapat dikembangkan dengan nomina lain,dengan adjektiva,atau dengan kategori lain (gedung      gedung sekolah,gedung bagus,gedung yang bagus itu).verba dapat diperluas, antara lain,dengan adverbia  seperti pelan-pelan  (makan     makan pelan-pelan),dan adjektiva dapat diperluas dengan adverbia seperti sangat (manis   sangat manis).pada tataran sintaksis,nomina dan perkembangan nya disebut frasa nominal.hal yang sama berlaku pada verba yang menjadi frasa ferbal dan pada adjektiva  pada frasa adjektival.preposisi yang diikuti kata atau frasa lain menghasilkan frasa preposional.

2 fungsi sintaksis
Tiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut.fungsi itu bersifat sintaksis,artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat.fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat,subjek,objek,pelengkap,dan keterangan.disamping itu,ada fungsi lain seperti atribut (yang menerangkan),koedinatif(yang menggabungkan secara setara),subordinatif(yang menggabungkan secara bertingkat).
Predikat dalam bahasa indonesia dapat berwujud frasa verbal,adjektival,nominal, numeral,dan preposisional.berikut ini adalah beberapa contoh predikat.
(12)         a. Ibu sedang makan di dapur
b. Kita tidak harus pergi sekarang.
c. Masalah koperasi sudah ditelaah oleh pemerintah.

(13)         a. Gempa minggu lalu keras sekali.
b .Harga makanan sangat mahal.
c. Rumah usahawan itu besar dan mewah.

(14)         a. Ayah saya lurah desa kajen.
b. Pembantu kami tamatan SMP
c. Pengalaman guru yang terbaik.
(15)         a. Dia dari medan.
b. Aekarang pak anwar di surabaya.
c. Saya ke menado minggu depan.
Disamping predikat,kalimat umumnya mempunyai pula subjek. Dalam bahasa indonesia subjek bisa nya terletak dimuka predikat. Subjek dapat berwujud nomina,tetapi pada keadaan tertentu kategori kata lain juga dapat menduduki fungsi subjek.dari contoh diatas tampaklah bahwa subjek untuk kalimat (12a,b,c) adalah ibu,kita,dan masalah koperasi;untuk kalimat (13a,b,c) gempa minggu lalu,hargan makanan,dan rumah usahawan itu; untuk kalimat (14a,b,c) ayah saya,pembantu kami,pengalaman;dan untuk kalimat (15a,b,c) dia,pak anwar,dan saya.
subjek yang bukan nomina terlihat pada contoh yang berikut.
(16)         a. Membangun gedung makan biaya.
b. Berhitung tidak mudah.
c. Merah adalah warna dasar.
Ada juga kalimat yang mempunyai objek.pada umumnya objek yang berupa frasa nominal berada dibelakang predikat yang berupa frasa verbal transitif aktif; objek itu berfungsi sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat fasif.dalam kalimat
(17)  Hasdun memanggil orang itu.
(18)  Hal ini merupakan masalah besar.
Orang itu adalah objek karena nomina itu (a) berdiri di belakang predikat verbal dan (B)dapat menjadi subjek bila kalimat (17) diubah menjadi kalimat fasif seperti terlihat pada (17a).
(17a) Orang itu dipanggil oleh kasdun.
Sebaliknya,masalah besar pada kalimat (18) bukanlah objek,melainkan pelengkapkarena meskipun frasa nominal tersebut berada dibelakang predikat verbal,frasa itu tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Kalimat (18a) dalam bahasa indonesia tidak grametikal.
(18a)  masalah besar dirupakan oleh hal ini.
Yang dinamakan pelengkap atau komplemen mirip dengan objek.pelengkao pada umumnya berupa frasa nominal,dan frasa nominal itu juga berada dibelakang predikat verbal.perbedaan yang penting ialah pelengkap tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif.dengan kata lain,kalimat yang mempunyai pelengkap (dan tidak mempunyai objek) tidak dapat dijadikan kalimat pasif.dari segi lain,pelengkap mirip dengan keterangan juga.kedua-duanya membatasi acuan konstruksi yang bergabung denganya.perbedaanya ialah pelengkap pada umum nya wajib hadir untuk melengkapi konstruksinya,sedangkan keterangan tidak.tempat keterangan biasanya bebas,sedangkan tempat pelengkap selalu dibelakang verba (beserta objek nya). Akhirnya,cakupan sematis keterangan lebih luas,yaitu mewatasi unsur kalimat .keterangan ada yang mengatakan alat,tempat cara,waktu,kesertaan,atau tujuan. Perhayikan contoh berikut.
(19)  dia memotong kue itu dengan garpu.
(20)  kami tinggal di jatinegara.
(21)  mereka masuk diam-diam
(22)  beliau meninggal tahun 1970.
(23) dia kepasar dengan adiknya.
(24) saya belajar supaya lulus sipenmaru.

3 Peran Simantis
Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantis tertentu.perhatikan contoh-contoh berikut:
(25)  farida menunggu adiknya.
(26)  pencuri itu lari.
(27)  penjahat  itu mati.
(28)  johan melihat kecelakaan itu.
Dari segi peran semantis, farida pada (25) adalah pelaku,yakni orang yang melakukan perbuatan menunggui. Adiknya pada kalimat ini adalah sasaran, yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Pencuri pada (26)dalah juga pelaku-dia melakukan perbuatan lari.akan tetapi, penjahat pada (27) bukanlah pelaku karena mati bukan lah perbuatan yang dia lakukan, melainkan suatu peristiwa yang terjadi padanya.oleh karena itu,meskipun wujud sintaktisnya mirip dengan (26),penjahat itu pada (27) adalah sasaran. Pada kalimat (28) johan bukan lah pelaku atau sasaran. Ada sesuatu peristiwa,yakni kecelakaan,dan peristiwa itu menjadi ransang yang kemudian masuk kebenak dia. Jadi, johan disini mengalami peristiwa tersebut. Karena itu,peranb semantis johan adalah pengalam.
Dari pembahasan pada 2.3.1, 2.3.2, dan 2.3.3 jelas lah bahwa satu kata bisa dilihat dari tiga segi: k(ategori sintaksis), F(ungsi sintaksis), dan P(eran semantis). Lihatlah diagram berikut.


Farida                                     Menunggui                             Adiknya

4 Macam-Ragam Kalimat
Istilah klausa dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki subjek dan predikat,tetapi belum memiliki intonasi atau tanda naca tertentu. Istilah kalimat juga mengandung unsur paling tidak subjek dan predikat,tetapi  sudah dibubuhi intonasi atau tanda baca.jadi, deretan kata Abmad baru membeli mobil-tanpa intonasi atau tanda baca tertentu adalah sebuah klausa.bila kemudian kita tambahkan intonasi yang naik,lalu turun pada kata mobil,maka terbentuklah kalimat yang merupakan pernyataan berita.dalam bahasa tulis,hal ini diwujudkan dengan pemakaian tanda titik. Apabila intonasinya naik,atau tanda bacanya adalah tanda tanya,maka yang terbentuk adalah kalimat tanya.dengan kata lain,suatu klausa bisa menjadi kalimat yang berbeda-beda tergantung pada intonasi atau tanda baca yang dipakai.
Jika ditinjau dari jumlah klausanya,kalimat dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah kalimat yang proposisinya satu dan karena itu predikatnya pun satu, atau dianggap satu karena merupakan predikat majemuk. Jadi,kalimat seperti

(29) Dia bekerja di bank.
(30) mereka makan dan minum dikedai itu.
Adalah kalimat tunggal dengan predikat bekerja dan makan dan minum.
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai  paling tidak  dua predikat yang tidak dapat dijadikan suatu kesatuan. Karena sifat itu, maka kalimat majemuk selalu berwujud dua klausa atau lebih. Jika hubungan antara klausa  yang satu dengan klausa yang lain dalam satu kalimat itu menyatakan hubungan koordinatif,maka kalimat macam itu dinamakan kalimat kalimat majemuk setara.jika hubungan nya subordinatif ,yakni yang satu merupakan induk,sedangkan yang lain merupakan keterangan tambahan,maka kalimat macam itu dinamakan kalimat majemuk bertingkat. Perhatikan contoh berikut.
Kalimat majemuk setara:
(31)  Dia pergi dan istrinya mulai menangis.
(32)  Saya bersedia,tetapi dia menolak pembicakannya.
(33)  Kita pergi sekarang atau kita akan kehabisan karcis.

Kalimat majemuk bertingkat:
(34)  Dia pergi sebelum istrinya menangis.
(35)  Saya bersedia meskipun dia menolak pembicarakannya.
(36)  Peserta yang nilainya rendah harus diuji lagi.
Kalimat juga dapat dilihat dari segi bentuknya. Dari segi itu ada kalimat deklaratif atau kalimat berita,  kalimat berita, kalimat interogatif atau kalimat tanya, kalimat imperatif atau kalimat perintah, dan kalimat eksklamatif atau kalimat seru.
 Dari segi kelengkapan unsurnya, kalimat dapat berupa kalimat lengkap dan kalimat tak lengkap. Kalimat lengkap adalah kalimat yang unsur unsur minimal seperti subjek dan predikat semuanya ada. Kalimat taklengkap adalah kalimat yang berada unsur intinya tidak dinyatakan. Jawaban seperti baru besok sore untuk pernyataan kapan fhoto itu jadinya merupakan kalimat tak lengkap.
Dari segi urutan subjek-predikatnya, kalimat dapat berupa kalimat bisa atau kalimat inversi. Macam kalimat yang terakhir ini adalah kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Lalu dicatat bahwa pengertian kalimat tidak sama dengan proposisi. Proposisi merupakan satuan makna yang merupakan isi pernyataan yang dapat dinyatakan tegaskan kebenarannya. Kalimat dia mengajar pencuri itu, pencuri itu dikerjanya, dia menyatakan bahwa dia mengerja pencuri itu, pencuri itu di kerjanya, dia menyatakan bahwa dia mengejar pencuri itu mempunyai proposisi yang sama. Proposisi dalam suatu kalimat dapat lebih dari satu. Kalimat orang itu membeli mobil baru mengandung tiga proposisi:
(1)   Orang itu tua, (2) orang itu membeli mobil, dan (3) mobil itu baru.


2      BEBERAPA PENGERTIAN MENGENAI WACANA
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu. Rentetan kalimat (37) tidak membentuk wacana karena tidak ada keserasian makna. Sebaliknya, rentetan kalimat (38) membentuk wacana dari rentetan itu terbentuk suatu makna yang serasi.
(37)      pak ali pergi kekota. Pak bardi naik bus PPD. Bu tahir membeli sepatu baru. Karena ada pajak import, harga mobil rakitan dalam negri juga ikut naik. Mobil yang dibeli parwati harganya lima belas juta rupiah.
(38)         pak ali pergi kekota naik bus PPD. Ia pergi membeli sepatu baru. Karena ada pajak import, maka harga sepatu buatan dalam negri juga ikut naik. Sepatu yang di beli pak ali itu harganya lima belas ribu rupiah.

1 Kohesi dan koherensi
Kohesi dan koherensi adalah dua unsur yang menyebabkan sekelompok kalimat membentuk satuan makna. Kohesi merujuk pada keterkaitan antar proposisi yang secara eksplisit di ungkapkan oleh kalimat-kalimat yang di gunakan. Dalam kelompok kalimat seperti:
(39)         A:            kapan datang?
B:            (saya datang) tadi malam.
Kalimat yang menyatakan proposisi mengenai kapan seseorang datang di sambut dengan proposisi mengenai waktu kedatangan orang itu. Keterkaitan ini dinyataka dalam dua kalimat yang secara gramatikal berkaitan.
Koherensi juga mengaitkan dua proposisi atau lebih, tetapi keterkaitan diantara proposisi-proposisi tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan dalam kalimat kalimat yang dipakai. Dalam wacana berikut.
(40)         A:            aduh, lapar sekali saya.
B:            tuh, di pojok ada warung.
Terlihat jelas bahwa proposisi mengenai rasa lapar dan warung berkaitan, tetapi kalimat A tidak berkaitan secara gramatikal dengan kalimat B.
Suatu kelompok kalimat yang kohesif atau koheren tidak membentuk wacana. Perhatikan contih berikut.
(41)         A:            kapan datang?
B:            tuh, di pojok ada warung.
C:            aduh, lapar sekali saya.
D:            (saya datang) tadi malam.

2    Deiksis
Deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat di tafsirkan acuan nya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Kata atau konstruksi itu bersifat deiksis.
Perhatikan kata sekarang pada kalimat yang berikut.
(42)         a.             kita harus berangkat sekarang.
b.             harga barang naik semua sekarang.
c.             sekarang pemalsuan barang terjadi dimana mana
pada kalimat(42a) sekarang merujuk ke jam atau bahkan menit. Pada kalimat (42b) cakupan waktunya lebih luas, mungkin sejak minggu lalu sampai ke hari ini. Pada kalimat (42c) cakupannya lebih luas lagi, mungkin berbulan bulan dan tidak mustahil, bertahun tahun pula. Kata sekarang beroposisi dengan kata deaksis menunjuk waktu lain, seperti besok atau nanti: acuan kata sekarang selalu merujuk pada saat peristiwa pembicaraan.
Deaksis tidak hanya merujuk pada waktu seperti dalam contoh di atas, tetapi juga pada hal lain seperti tempat, pesona, dan semua hal yang berhubungan dengan situasi pembicaraan. Perhatikan frasa deaksis disini pada kalimat berikut.
(43)         a.             duduklah kamu disini
b.             disini jual gas elpiji.
c.             (jakarta sangat padat dengan mobil). Disini manusi haarus hidup dengan prinsip selaras, serasi dan seimbang.
d.             (indonesia adalah negara budaya timur). Disini manusia harus hidup dengan prinsip selaras, serasi, dan seimbang.
Frasa disini pada kalimat (43a) mengacu pada sebuah kursi atau sofa. Pada kalimat (43b) acuannya lebihluas, yakni sutu pokok atau temapt penjual yang lain. Pada kalimat (43c) ruang lingkupnya jakarta, Dan pada kalimat (43d) ruang lingkupnya indonesia. Frasa disini mengacu pada ke tempat si pembicara berada. Frasa itu beroposisi dengan frasa dieksis lain untuk tempat seperti disitu atau disana.

3    Anafora dan kata fora
Anafora adalah peranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang dengan hal atau kata yang telah dinyataka sebelumnya. Peranti itu dapat berupa kata ganti persona seperti dia, mereka,  nomina tertentu, konjungsi, keterangan waktu, alat, dan cara. Perhatikan contoh yang berikut.
(44)         bu mas tuti belum mendapat pekerjaan,  padahal dia memperoleh ijazah sarjana nya dua tahun yang lalu.
(45)         pada tahun 1965 terjadi pemberontakan. Waktu itu hardi baru berumur sepuluh tahun. Dia masih duduk di kelas tiga sekolah dasar.
(46)         jakarta memang merupakan kota metroplis. Disana bebagai suku bangsa dapat di temukan. Mereka hidup bertetangga meskipun sehari hari menggunakan bahasa yang berlainan.
Pada contoh (44) kata dia beranafora dengan Bu mastuti. Pada contoh (45) frasa waktu itu dan tahun 1965 pada kalimat sebelumnya mempunyai hubungan anaforis.
Demikian pula dia dan hardi. Pada contoh(46) disana secara anaforis berkaitan dengan jakarta, sedangkan mereka dengan berbagai suku bangsa.
Kebalikan dari anafora adalah kata for a,yakni rujuk silang terhadap anteseden yang ada dibelakangnya.perhatikan kalimat berikut.
(47) setelah dia masuk, langsung toni memeluk adiknya.
Salah satu interprestasi dari kalimat diatas ialah bahwa dia merujuk pada tony meskipun ada kemungkinan interprestasu lain.gejala pemakaian pronomina seperti dia yang merujuk pada antaseden tony yang berada disebelah kananya ini lah yang disebut kartafora.

4 Pengacuan atau Referensi
Pengacuan atau referensi ialah hubungan antara satuan bahasa atau mauujud yang meliputi benda atau hal yang terdapat didunia yang diacu oleh satuan bahasa itu.acuan atau referen kata meja ialah benda `meja` yang berada diluar bahasa.jika bahasa nominal mengacu ke sesuatu secara khusus yang dapat didetifensikasi,kita berhadapan dengan pengacuan yang takrif atau definit acuan takrif atau dinyatakan bila:
a.       Mengacu pada suatu maujud yang diketahui atau dikenal oleh pembicara dan kawan bicara;
(48)  ia ada dikebun. (depinit)
(49)  nanang berbicara dengan kepala tata usaha. (depinit)

b.      Mengacu pada suatu maujud yang sudah disebut sebelumnya;
(50)  Ada orang diluar. Orang itu (definit) ingin bertemu dengan anda.
(51)  sugiyono membeli buku.entah kemana buku itu (definit) sekarang.
c.  mengacu pada suatu maujud lain yang diwatasi oleh kontruksi seperti anak       kalimat atau bentuk proposisi;
      (52) Kursi yang ada dikantor (definit) akan dijual.
      (53) Tugas untuk besok (definit) belum diberikan
secara sintaksis dapat dikatakan bahwa dalam bahasa indonesia ketakrifan unsur kalimat dimarkahi oleh perwatas yang berikut.
1.      Artikula                       : si,sang,yang
2.      Demonstrativa             : ini,itu,sini,situ,sana
3.      Pronomina                   : saya,kami,mereka,-ku,mu,-nya
4.      Numeralia                    : satu,kedua
5.      Nama diri                    : nanang,sugiyono
6.      Nomina pengacu         : bapak,ibu,saudara
Jika frasa nominal mengacu pada maujud secara umum ataupada sesuatu yang belum diidentifikasi oleh pembicara,kita lalu berhadapan dengan pengacuan taktarif atau takdefinit.bandingkan contoh kalimat berikut dengan kalimat takrif yang dicontohkan diatas.
(54)  ia memiliki kebun the. (takdefinit)
(55)  nanang mencari pembantu. (takdefinit)
(56)  ruang rapat ini kekurangan kursi (takdefinit)
(57)  sugiyono menangkap seekor harimau (takdefinit)
Semua unsur kalimat yang dicetak miring pada contoh diatas, pengacuanya bersifat umum atau acuanya belum teridentifikasi secara pasti.karena itu, masing-masing bersifat taktakratif.
Pasangan ketakrakrifan-ketakrakrifan tidak identik dengan ketunggalan dan kejamaka. Maujud yang takrif atau yang taktakrif dapat bersifat tunggal dan/atau jamak. Kata buku (contoh 51), kursi (contoh 52 dan 56), dan kebun teh (contoh 54) dapat mengacu pada jumlah tunggal atau jamak sesuai dengan konteks kalimat.
            Masih ada satu jenis pengacuan yang harus dibicarakan, yakni pengacuan pada suatu kelas yang mencakup semua unsur atau anggotanya.jenis pengacuan itu disebut pengacuan generik ( yang bertalian makna dengan genus).
(58)  harimau (generik) binatang buas.
(59)  anjing (generik) suka tulang.
Kata harimau ( contoh 58 ), anjing ( contoh 59 )dan tulang masing-masing mengacu pada kelas harimau,kelas anjing,dan sebarang tulang,tidak khusus pada salah satu maujud kelas itu. Karena itu,harimau,anjing,dan tulang pada contoh tersebut memiliki pengacuan generik. Pengacuan generik tidak terikat pada ruang atau waktu. Artinya, pengacuan itu berlaku dimana saja dan kapan saja.
5 Konstruksi Endosentrik dan Eksosentrik
Kontruksi endosentrik ialah frasa yang salah satu konstituennya dapat dianggap yang paling penting.konstituen itu,yang disebut inti,dapat mewakli seluruh konstruksi endosentrik dan menentukan prilaku sistaktik dan/ atau semantik frasa itu didalam kalimat. Dalam kalimat perusahaan kami telah membeli tiga mobil jepang yang masih baru,kata mobil menjadi inti frasa tiga mobil jepang dan dapat mewakili seluruh frasa itu. Lagi pula,ciri semantis mobil mengakibatkan ketiga kendaraan itu,misalnya,tidak dapat diacu dengan mereka dalam kalimat berikutnya.kata tiga dan jepang di dalam frasa nominal itu berfungsi sebagai pewatas. Kontruksi endosentrik meliputi frasa verbal seperti telah membeli,frasa adjektival seperti masih baru,frasa nominal seperti mobil jepang. Frasa kordinatif,seperti mobil dan truk,juga digolongkan ke dalam kontruksi endosentrik karena baik mobil maupun truk dapat mewakili seluruh frasa itu. Kontruksi endosentrik dibedakan dari kontruksi eksosentrik yang tidak mempunyai konstituen inti karena tidak ada konstituen yang dapat mewakili seluruh kontruksi itu. Dalam kontruksi subjek-predikat,seperti narko menelepon,frasa verbal,seperti menjadi marah,dan frasa preposisional,seperti dikantor,kata narko,marah,dan dikantor,masing-masing disebut poros.kata menelepon disebut konstituen konektif,dan kata disebut konstituen direktif dalam kontruksi eksosentrik.